Pilihan kedua
Tersadarkan
(oleh:
Nurul habibah)
Matahari
mengintip dari celah gunung yang diiringgi dinginnya pagi di sekitar dataran
Pakis. Suasana sunyi yang menemani Siti dalam perjalanan ke salah satu sekolah
di Kota Magelang.
“Hidup
ini nggak adil, bagaimana bisa orang miskin seperti aku harus berjuang pagi
buta hanya untuk menimba ilmu di kota, sedangkan teman-temanku bahkan masih
berada di balik selimut tebal. Hidup susah ditambah lagi cibiran teman-temanku
yang menjatuhkanku. Bagiku istilah ‘kere munggah bale’ itu nggak akan terjadi.”
batin Siti.
Sesampainya
di sekolah ia sudah disambut dengan tatapan sinis teman-temannya seolah menatap
hal yang sangat menjijikan. Banyak temannya yang merendahkan dan enggan untuk berteman dengan Siti. Siti
di kelas duduk sendirian dan tidak ada seorang pun yang mengajaknya berbicara.
Siti terkenal sebagai anak pendiam dan aneh.
Saat
ini sedang berlangsung mata pelajaran sejarah yang di bimbing oleh Pak agus,
seorang guru yang terkenal guru terkiller diantara yang lainnya namun hanya duduk
menjelaskan materi yang dijelaskan.
“Aku
benci dengan tatapan dan suara mereka terlebih lagi semua pelajaran yang
mengharuskan dengan kerja kelompok. Mereka tidak menganggap kehadiranku dan
memperbudak seenaknya,” batin Siti.
“Hei,
Sit rampungke kabeh, pokokmen sesok kudu wes rampung!” ucap Toni sambil
beranjak meninggalkan kelas.
“Ton,
memang nggak masalah dia yang mengerjakan tugas kita?”tanya Sania sambil
mengikuti Toni.
“Santai
San, kalau besok tugasnya nggak dikerjakan, dia harus membayar akibatnya,”jawab
Toni.
“Serius
Ton, asyik bakal bisa santai-santai nih,”sahut Sania dengan gembira. “Tapi
kalau Siti nggak ngerjain tugasnya gimana, padahal itu kan tugasnya Pak
Agus?”tanya Sania.
“Kita
lihat aja besok,”jawab Toni dengan santai.
Sepulang sekolah Siti mengerjakan tugas
kelompoknya di sebuah warung internet.
“Sendirian
aja Mbak, mau Saya temani?”tanya seorang laki-laki yang mendekati Siti dari
belakang.
“Nggak
usah repot-repot Mas, terima kasih” jawab Siti dengan senyuman.
“Nggak
ngrepoti kok Dik, tenang aja nanti mas yang mbayar,”bujuk laki-laki itu.
“Ya,
silakan,” jawab Siti dengan terpaksa karena uangnya memang kurang.
Siti
yang sedang mengerjakan tugas dan asyik berbincang-bincang dengan laki-laki
yang mengaku namanya Dodi itu sampai matahari meredup.
“Mas
Dodi, sudah hampir malam aku harus pulang,” ucap Siti.
“Ya
sudah Dik,mari saya antar pulang,” jawab Mas Dodi.
Siti
mengiyakan ajakan tersebut karena waktu yang sudah tidak memungkinkan bagi Siti
untuk pulang sendiri dan tidak ada angkutan umum yang masih beroperasi.
"Nduk,
itu siapa yang mengantarmu pulang?" tanya Ibunya.
"Itu
teman Mak,"jawab Siti dan langsung masuk ke kamarnya.
"Kamu
darimana saja Nduk?"tanya Ibunya dengan lembut.
"Ngerjain
tugas Mak, udah Siti capek, Siti mau tidur,"jawab Siti dengan nada tinggi.
"Sholat
magrib dulu Nduk!"bujuk Ibunya sambil mengetuk pintu kamar Siti.
"Iya
Mak, nanti,"sahut Siti.
"Nduk,
itu makan malamnya sudah siap, ayo makan dulu!"bujuk Ibunya.
"Nggak
usah Mak, Siti nggak lapar, paling juga sama tahu atau tempe,"sahut Siti.
"Ayo
Nduk, sholat lalu makan dulu!"bujuk Ibunya.
"Mak,
Siti capek Mak, Siti mau tidur,"bentak Siti.
Keesokan
harinya Siti bangun kesiangan karena semalaman Siti sibuk berbalas pesan
singkat dengan Mas Dodi dan dengan tergesa-gesa Siti mempersiapkan dirinya dan
Siti menyadari bahwa tugas kelompoknya tertinggal.
"Aduuhh,
bagaimana ini kalau nanti Toni marah dan aku pasti akan habis. Belum lagi nanti
Pak Agus pasti memberi hukuman bagi yang tidak mengumpulkan tugas,"guman
Siti dalam perjalanan ke arah sekolahnya.
"Tiiin
tiinn,"bunyi klakson sepeda motor Mas Dodi.
"Eh,
Mas Dodi, mau kemana Mas?"tanya Siti.
"Nggak
kemana-mana, Dik Siti jam segini kok baru berangkat sekolah?"tanya Mas
Dodi.
"Iya
Mas, kesiangan bangun,"jawab Siti dengan senyum.
"Dik,
kalau jam segini sekolah sudah ditutup,
belum lagi nanti kena hukuman karena telat, ikut Mas aja jalan-jalan yuk!”bujuk
Mas Dodi.
"Bagaimana
ya?"jawab Siti ragu-ragu.
"Udah
ayo naik,"kata Mas Dodi.
Tanpa
berpikir panjang Siti menuruti kata Mas Dodi dan tidak pergi ke sekolah.
Setelah berkeliling dan bercanda gurau sampai sore hari. Mas Dodi mengantarkan
Siti pulang ke rumahnya.
"Nduk,
kenapa kamu sekarang sering pulang sore?"tanya Ibunya yang sedang menyapu
halaman.
"Siti
ngerjain tugas dulu Mak,"jawab Siti dan terus melangkah masuk rumah.
"Lalu
siapa laki-laki itu?"tanya Ibunya penasaran.
"Itu
Mas Dodi Mak, teman Siti,"jawab Siti dan langsung masuk ke kamarnya.
"Teman
tapi kok tiap hari antar jemput kamu Nduk,"ujar Ibunya.
"Emangnya
nggak boleh kalau Siti diantar sama teman. Emak juga cuma ngasih uang buat
transportasi dan nggak ada uang saku. Emak nggak usah banyak tanya Siti mau
makan,"jawab Siti.
"Nduk,
Emak belum masak karena hari ini ladang Pak Jono gagal panen jadi emak nggak
diberi upah,"kata Ibunya dengan lembut.
"Emak
juga siapa yang suruh kerja dari pagi sampai sore tapi upahnya sedikit, pantas
saja bapak ninggalin kita dan pergi entah kemana, kalau Siti tahu bapak pergi,
Siti milih tinggal dengan bapak,"jawab Siti sambil membanting pintu
kamarnya.
"Emak
minta maaf Nduk," jawab Ibunya dengan meneteskan air mata.
@@@
Sudah
tiga hari Siti tidak masuk sekolah dan akhir pekan ini Siti diajak Mas Dodi
pergi jalan-jalan . Setelah itu Siti diajak ke kosannya Mas Dodi. Sesampainya
di sana Siti disuguhkan minuman dengan bau yang sangat menyengat yang tidak
lain adalah minuman beralkohol.
"Ini
minuman apa Mas?" tanya Siti penasaran.
"Ini
minuman soda biasa Dik, ayo dicoba,"jawab Mas Dodi dengan menyodorkan
minuman ke mulut Siti.
Lagi-lagi
Siti menuruti perkataan Mas Dodi dan meminum beberapa teguk sampai ia tidak sadarkan
diri. Tanpa disadari Siti dibutakan kata-kata manis Mas Dodi. Siti dan Mas Dodi
menghabiskan malam bersama dengan diselimuti kebirahian dan minuman beralkohol.
Tak disangka-sangka ternyata Mas Dodi mengundang dua temannya dan secara
bergantian merasakan tubuh Siti selama semalam penuh. Siti yang tidak bisa
berbuat apa-apa karena dia dibungkam dan Siti
hanya bisa pasrah dan menangis.
Seminggu
kemudian ditemukan mayat dengan bau yang sangat menyengat dari dalam kosan Mas
Dodi. Wanita muda itu terkapar di sudut kamar. Matanya nanar. Mulutnya
terbungkam kain, telanjang dengan tangan terikat yang tidak lain adalah Siti.
Mendengar berita tersebut Ibunya terkejut dan pingsan.
“Sitiii!” tiba-tiba ia
seperti memanggil sebuah nama. Melengking, keras. Suara itu membangunkan Siti
yang tertidur di dalam kelas saat mata pelajaran Pak Agus dan Siti pun tersadar dari mimpi buruknya.
Keterangan
:
1. Kere
munggah bale : gelandangan naik ke
balai. Ibarat orang rendahan yang naik kelas sosialnya.
2. Nduk : panggilan yang dipakai
orang tua untuk anak Perempuannya.
3. Mak/Emak : panggilan orang tua perempuan/
Ibu.
4. Guru
terkiller : guru paling
galak.
5. Mas
: panggilan
untuk laki-laki yang lebih tua.